image
Sesuai tradisi di mana – mana, akhir tahun berjalan atau awal baru banyak diantara kita yang membuat catatan penilaian atau evaluasi akhir tahun terhadap pencapaian kinerja atau prestasi atas sebuah pemerintahan, kementerian, lemabaga, institusi dan sebagainya.
Kali ini kita mulai dengan evaluasi atau catatan kinerja KPK RI sebagai institusi terdepan dalam pemberantasan korupsi setelah instansi penegak hukum di bawah kendali dan kekuasaan presiden terbukti mandul dan gagal mengemban amanah rakyat, konstitusi dan peraturan perundang – undangan.
Secara jujur kita harus akui bahwa tugas dan tanggung jawab utama dalam pemberantasan korupsi bukan pada pundak KPK, melainkan merupakan tugas dan tanggung jawab utama presiden selaku kepala pemerintahan di Republik Indonesia. Disayangkan sekali ketika persepsi rakyat kita masih menganggap tanggung jawab itu adalah semata – mata hanya pada KPK.
Selama satu tahun terakhir, indeks korupsi Indonesia menburuk. Peringkat RI sebagai negara terkorup di dunia semakin naik, menyebabkan citra buruk Indonesia sebagai negara korup dan tidak memiliki kepastian hukum menjadi semakin terkenal sehingga menimbulkan kekhawatiran investor asing untuk berinvestasi di Indonesia, terutama pada sektor riil.
KPK yang sebelumnya, di masa awal terpilihnya komisioner baru sempat menjanjikan harapan. Namun,hanya beberapa bulan setelah bekerja, diketahui fakta sesungguhnya bahwa komisioner baru KPK itu ternyata hanya menang tongkrongan dan pencitraan media. Mereka, kecuali Busyro Muqodas, tidak lebih dari penegakan hukum biasa, bahkan lebih parah lagi karena mereka mengkhianati kepercayaan dan amanah rakyat dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Selama sepanjang tahun 2013 banyak hal menjadi catatan penting terkait pemberantasan korupsi oleh KPK yang menjadi noda hitam dalam sejarah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Secara jujur objektif diakui bahwa KPK di masa kepemimpinan Busyro Muqoddas, meski hanya setahun dan nyaris seorang diri memimpin KPK berhasil menoreh prestasi luar biasa yang jauh di atas kinerja KPK saat ini Samad, Bambang cs menjadi pemimpin KPK.
KPK sepanjang tahun 2013 tidak mampu menoreh prestasi luar biasa atau setidaknya prestasi yang sepadan dengan kewenangan besar KPK dan anggaran APBN sebesar Rp. 730 miliar. Bahkan untuk tahun 2014, KPK sudah mendapat persetujuan anggaran untuk membangun gedung kantor baru yang tidak jelas prioritas pengadaannya.
Tidak ada kasus korupsi yang spektakuler diungkap, usut, selidiki dan disidik oleh KPK pada tahun ini. Tidak banyak kasus korupsi yang dilimpahkan KPK ke pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) untuk kemudian para terdakwa korupsi dijatuhi vonis maksimum. Sebaliknya, KPK mencoreng moreng wajahnya dengan pertunjukan dagelan, sandiwara atau politaimen menyebalkan yang merupakan sebagian dari bukti nyata bergesernya peran KPK dari institusi penegak hukum menjadi institusi boneka oknum penguasa negeri ini. Terdapat beberapa catatan hitam mengenai kinerja KPK sejak di pimpin Samad sepanjang tahun 2013, yakni antara lain :
Penanganan kasus korupsi Nazarudin yang sangat buruk dan merupakan bukti nyata bahwa KPK telah mengkhianati rakyat dan konstitusi melalui sikap dam tindakan KPK yang melindungi Nazarudin, Sandiaga Uno cs dari penuntasan 31 kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Total kerugian negara sebesar Rp. 6.1 triliun akibat perilaku korup Nazarudin cs ternyata tidak mengguggah hati nurani KPK untuk menjebloskan Nazarudin cs lebih dalam lagi ke penjara. Nazarudin yang sudah menyandang status tersangka TPPU lebih satu tahun sama sekali tidak diteruskan kasusnya ke pengadilan Tipikor KPK oleh KPK. Tidak ada jawaban yang jelas dan logis atas pembekuaan kasus pidana TPPU Nazarudin, Sandiaga Uno cs ini.
Sangat jelas tercium bau busuk menyengat keluar dari tubuh KPK yang menutup rapat 31 Kasus Korupsi Nazarudin Cs itu. Padahal dapat dipastikan, jika 31 kasus korupsi Nazarudin itu diproses dan diteruskan ke pengadilan, sedikitnya ratusan koruptor besar termasuk penghuni puri cikeas akan jadi pesakitan dan terpidana korupsi. KPK dengan sengaja TIDAK menuntaskan 31 kasus korupsi Nazarudin Cs plus dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) bersama Sandiaga Uno dan para kolaboratornya.
Mulut KPK sendiri yang berjanji menuntaskan semua kasus korupsi Nazarudin Cs, namun faktanya sampai hari ini hanyalah mulut manis KPK yang berbisa. Lebih parah lagi, KPK sudah bertindak seperti pengacara atau pembela Nazarudin, ketika KPK dengan sengaja membatalkan pengajuan kasasi atas vonis Neneng, istri Nazarudin karena KPK khawatir MA akan mwnjatuhkan vonis lebih berat dibanding putusan tingkat banding yang diterima Neneng. Kekhawatiran KPK ini terkait dengan putusan MA sebelumnya pada perkara kasasi Angelina Sondakh.
Terhadap jasa KPK yang luar biasa membela Nazarudin, mari kita lupakan saja kasus korupsi Nazarudin pada pengadaan pabrik vaksin flu burung, lupakan kasus korupsi Nazarudin pada Alat Bantu Belajar Mengajar (ABBM) Kemenkes, lupakan kasus korupsinya di STPP Curug, Kemenhub dan seterusnya itu. Rakyat wajib melupakan semua korupsi Nazarudin karena KPK sudah beralih fungsi menjadi Komisi Kolaborator Koruptor Nazarudin.
Catatan hitam kelam di wajah KPK terkait dengan Kasus Lutfi Hasaan Ishaq, Presiden PKS yang proses hukumnya persis dagelan lawak Srimulat tapi tak lucu. Rakyat Indonesia tidak boleh berbangga dengan keberhasilan KPK menangkap Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Ahmad Fathonah (AF).
Tanpa bermaksud melecehkan pimpinan KPK, penyidik, jaksa penuntut umum KPK dan majelis hakim Pengadilan Tipikor, akal sehat kita tidak dapat mencerna proses hukum dari awal hingga vonis terhadap LHI dan AF yang penuh rekayasa, pesan sponsor dan intervensi pihak luar yang melukai rasa keadilan seluruh rakyat Indonesia.
Terlalu kasat mata dagelan penegakan hukum yang dilakoni KPK pada kasus suap kuota impor daging sapi. KPK seperti aktor memainkan peran sesuai skenario sang sutradara. Puluhan perempuan muda cantik, artis atau selebriti yang menjadi ‘istri – istri’ AF, menjadi figuran drama telenovela yang ditayangkan KPK selama berbulan – bulan.
Tak ketinggalan belasan media massa (bayaran) dikerahkan untuk meliput dan sebarluaskan infotaimen ala KPK yang ditujukan untuk memberikan dampak merusak maksimal kepada PKS yang selama ini dikenal sebagai partai bersih dan islami. Vonis 16 tahun kepada LHI mengantarkan politaimen karya sutradara maestro dan KPK menjadi sempurna. Rakyat Indonesia pun terlena, lupa dengan tugas dan tanggung jawab KPK menuntaskan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang super merugikan rakyat Indonesia. Bayangkan beban korupsi Rp. 600 triliun yang ditimbulkan para koruptor bangsat pada tahun 1998 itu, baru akan lunas cicilan beban APBN kita pada tahun 2032 mendatang.
KPK pada bulan Maret 2013 lalu tiba – tiba sesumbar keluarkan pernyataan akan mengusut kembali korupsi BLBI yang akan daluarsa pada tahun 2015 mendatang. Ternyata, lagi – lagi KPK menipu rakyat Indonesia terbukti sampai akhir tahun 2013 tidak ada satu pun dari 25 konglomerat perampok uang negara ratusan triliun itu yang dipenjarakan KPK. Terbukti pernyataan KPK tersebut hanya pesanan dari penguasa agar setoran / upeti konglomerat ex BLBI yang sempat macet kembali mengalir lancar ke kantong dan rekening petinggi istana.
Utang KPK yang juga merupakan janji Samad untuk menuntaskan korupsi bail out Bank Century dalam waktu setahun sudah jauh panggang dari api. Dua tahun berlalu, korupsi BOBC tidak menunjukan progres yang nyata dan semakin kabur dari penyelesaian tuntas. Pelaku – pelaku utama dan aktor intelektual korupsi BOBC kian jauh dari jangkauan hukum. Terakhir, pada bulan Desember 2013 ini negara malah terpaksa suntik lagi triliunan rupiah untuk selamatkan Bank Century (sekarang Bank Mutiara). Terima kasih atas kegagalan KPK.
KPK gagal menyelesaikan kasus korupsi Hambalang, korupsi Badan Anggaran & BURT DPR, korupsi BP Migas /SKK Migas, Pertamina, penyimpangan BBM bersubsidi, Cost Recovery, korupsi Mafia Pupuk, Bulog & Pangan, korupsi Pajak Tambang Mineral / Batubara /IUP, korupsi penyerobotan lahan tambang konsesi BUMN (PT. Aneka Tambang & PT. Bukit Asam), dan lain – lain.
Duka nestapa rakyat kian dalam ketika KPK tidak tergerak sedikit pun mengusut korupsi Dahlan Iskan sewaktu menjabat Direktur Utama PT. PLN (Persero) 2009 – 2011. Dahlan mencatat rekor kerugian negara Rp. 37.6 triliun, terbesar dalam sejarah sejak berdirinya Republik Indonesia hanya dalam waktu kurang 2 tahun. Laporan hasil audit BPK pada sektor hulu migas untuk tujuan tertentu, mencantumkan secara jelas dan tegas bahwa kerugian negara sebesar Rp. 37.6 triliun itu sebagian besar disebabkan kesalahan dan penyimpangan Dahlan Iskan Cs selaku direksi PLN.
Tidak puas merugikan negara triliunan rupiah di PLN, manusia serakah bernama Dahlan Iskan melakukan KKN pada penetapan Kerja Sama Operasi (KSO) PT. Pertamina EP dan PT. Geo Cepu Indonesia (GCI) yang berpotensi merugikan negara Rp. 49 triliun selama 20 tahun ke depan. Lagi – lagi KPK buta mata, tuli telinga dan mati hatinya menyaksikan negara dirampok oleh Dahlan Iskan. Jika KPK tidak punya kemampuan menyidik kasus korupsi Dahlan Iskan dan lain – lain tadi, lebih baik KPK mengubah nama menjadi Komisi Pemerhati Korupsi saja.
Sebaliknya, jika saja KPK masih dapat sedikit diandalkan, segera ambilalih kasus korupsi Dahlan Iskan pada proyek pengadaan PLTU Embalut, Kaltim yang macet penyidikannya oleh Kejaksaan Tinggi Kaltim selama 5 tahun, dan telah dilaporkan kepada KPK pada tahun 2008 lalu. Pada kasus PLTU Embalut ini, bukti – bukti korupsi Dahlan Iskan, Rizal Effendi dan Zainal Mutaqien Cs sebesar Rp. 96 miliar begitu banyak dan melimpah. KPK tinggal cokok dan seret Dahlan Iskan cs ke penjara.
KPK terbukti melakukan kriminalisasi terhadap Anas Urbaningrum yang dilakukan KPK secara sengaja untuk memenuhi permintaan pihak luar, dalam hal ini presiden SBY, penghuni istana, elit Partai Demokrat dan keluarga Cikeas. Terbukti KPK gagal segera melimpahkan kasus Anas ke pengadilan dan membiarkan kasusnya terkatung – katung tanpa kejelasan. Perbuatan KPK ini dikategorikan penzaliman yang disebabkan telah terkooptasi dan tersanderanya KPK oleh kepentingan penguasa. KPK sudah jadi boneka sekaligus alat penguasa untuk menzalami musuh – musuh politik istana dengan menggunakan fitnah dan rekayasa hukum yang keji.
Tahun 2014 tidak sepantasnya disambut dengan suka cita mengigat kinerja jeblok KPK. Lemahnya KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad, Bambang Widjajanto, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen mengawali pesimisme kita, seluruh rakyat Indonesia terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Keseriusan KPK menuntaskan kasus korupsi Hambalang misalnya, sangat patut dipertanyakan. KPK sudah memiliki semua bukti untuk menjebloskan ke penjara sedikitnya 25 koruptor Hambalang. Laporan Audit BPK tahap I dan II sudah lama terbit, peran Andi dan Choel Malarangeng begitu nyata, kontribusi Bunda Putri Sylvia Soleha, Widodo Wahyu Sasangko dan Agus Gunawan mendukung kesuksesan korupsi berjamaah di Proyek Hambalang tak terbantahkan. Apalagi yang ditunggu KPK ? Menunggu Si Godot atau amuk massa rakyat yang kecewa, marah dan muak kepada KPK ?
Perilaku KPK jilid 3 ini ibarat kata pepatah, “Semut di belakang rumah Duret Sawit kelihatan, gerombolan Gajah di depan Cikeas tidak kelihatan”. Korupsi kecil dibangga-banggakan, korupsi triliunan didiamkan.
Warga begara yang bukan koruptor dikriminalisasi KPK secara semena – mena dan koruptor – koruptor besar malah dilindungi KPK.
Itulah potret sebenarnya KPK kita tercinta ! KPK yan layak diberi nama Komplotan Pelindung Koruptor ! Selamat KPK jilid 3, semoga Allah menunjukan keadilanNYA kepada kalian semua, sekarang atau nanti saaat di akhirat sana. Aamiin.
Dengan menggunakan parameter apa pun, metode KPI (key performance indicator) mana pun, berdasarkan penilaian dari siapa pun, selama kita masih waras dan berakal, satu – satunya sebutan yang tepat untuk menilaio KPK jilid 3 adalah KPK yang gagal total. KPK yang disangka malaikat ternyata hanyalah pengkhianat laknat.